Ini fakta menarik dari masyarakat
Republik Ceko! Konsumsi bir rata-rata rakyat Ceko mencapai 159,3 liter
per tahun atau 0,4 liter per hari. Toh, mereka tetap sehat walafiat
karena daya tahan tubuh yang kuat. Bagi yang tidak terbiasa, minum 1?2
gelas bir saja sehari sudah membuat pusing.
Bagi Dr. Ir. Izhar Khairullah, MP, bir
itu ibarat besi (Fe) di lahan pasang surut yang berlimpah. Banyak
varietas padi yang ?nyerah? tumbuh di lahan pasang surut, tapi ada
sebagian padi yang punya daya tahan tubuh kuat. Mereka sanggup hidup
dan memberikan hasil yang unik: padi kaya zat besi. ?Bertahun-tahun
peneliti padi dunia berupaya menyilangkan-nyilangkan untuk mendapat
padi kaya zat besi, tapi belum berhasil hingga saat ini,? kata Izhar.
Ya, kadar besi beras pada padi di lahan
pasang surut mencapai 100 ppm. ?Ini potensi besar lahan pasang surut.
Besi jangan dipandang sekadar masalah, tapi juga anugerah. Malah ada
penelitian fortifikasi beras dengan zat besi. Mirip yodium pada garam,?
tutur Izhar. Fortifikasi ialah penambahan zat gizi mikro pada bahan
makanan. Umumnya pangan terpilih dikonsumsi luas agar kebutuhan gizi
masyarakat terpenuhi. Contohnya fortifikasi yodium pada garam untuk
mencegah gondok. Beras kaya zat besi dibutuhkan untuk menanggulangi
kekurangan anemia di masyarakat.
Daya tahan
Menurut Izhar, kadar Fe yang tinggi
pada beras hanya dapat ditemukan pada varietas padi yang tahan
keracunan besi. ?Tugas kita mencari varietas yang tahan atau dapat
menghindar dari keracunan besi. Sementara dari sisi pengelolaan lahan
bagaimana mengontrol besi di tanah dan air agar tidak beracun,? tutur
doktor lulusan Universitas Gadjah Mada itu. Ibarat masyarakat Ceko yang
toleran konsumsi bir berliter-liter, maka varietas padi tahan besi
ialah varietas lokal lahan rawa (siam unus dan siam mutiara) dan
varietas unggul spesifik rawa (inpara 1 dan inpara 2)
Sementara soal pengelolaan lahan
ternyata tak serumit yang dibayangkan orang kebanyakan. ?Masyarakat
Suku Banjar, Kalimantan Selatan, sudah mampu mengontrol besi di lahan
dengan cara sederhana dan murah,? kata Izhar. Petani Banjar melakukan
pengomposan basah jerami dan gulma rawa. Disebut basah karena lahan
rawa umumnya tergenang sehingga pengomposan terjadi anaerob. Secara
tidak langsung bahan organik yang dibenamkan itu mengurangi jumlah
kation besi yang meracuni tanaman.
Menurut Izhar, banyak yang beranggapan
padi ?nyerah? hidup di lahan pasang surut karena keracunan saja. Fakta
itu benar adanya, tapi hanya sedikit yang tahu, bahwa padi gagal hidup
karena besi di tanah menekan unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman.
?Di lahan yang besinya berlimpah, maka unsur K, P, dan Mg tidak dapat
diserap tanaman,? kata Izhar. Besi yang bermuatan positif akan mengikat
P yang bermuatan negatif, sehingga tanaman kekurangan unsur P. Pada
banyak kasus tanaman mati akibat nutrisinya tidak terpenuhi.
Formulasi nutrisi
Pantas banyak pupuk yang diberikan di
lahan pasang surut tak efektif meningkatkan hasil, karena pupuk yang
masuk langsung ?dicaplok? oleh besi. Upaya meningkatkan daya tahan padi
pun tidak tercapai. ?Karena itu mimpi saya menciptakan formula nutrisi
yang dapat diserap di lahan pasang surut sehingga padi punya daya
tahan tubuh menangkal besi,? kata Izhar. Salah satu caranya, menurut
Izhar, ialah memberikan nutrisi lewat daun agar langsung dapat diserap
tanaman dan terhindar ?dimangsa? oleh besi. ?Dengan pupuk daun
meningkatkan produktifitas lahan seluas 100 ha bukan perkara sulit,?
tambah Izhar.
Bukankah pupuk daun sudah banyak
beredar? Menurut Izhar, formulasi pupuk daun yang beredar umumnya
diracik untuk tanaman lahan beririgasi. Sementara padi rawa memiliki
karakter berbeda. ?Ada rasio antara besi dengan nutrisi sehingga daya
tahan tubuh padi tercapai,? kata Izhar. Ia mencontohkan jumlah K di
dalam tanaman harus 1,5 lebih tinggi dibanding jumlah Fe agar tanaman
tetap berproduksi optimal. Pun hara lain memiliki rasio yang berbeda.
Bila hara kurang, maka besi tetap meracuni, sebaliknya bila kelebihan
terjadi plasmolisis yang juga menyebabkan kematian.
Nah, bila mimpi peneliti yang baru saja
menyelesaikan doktor pada Agustus 2012 itu tercapai, bukan tak mungkin
di masa depan hamparan rawa pasang surut berubah menjadi sentra
produksi padi yang kaya zat besi. Mirip hamparan sawah yang menghijau
di jalur Pantura, Pulau Jawa.
Dan, sst?! Mau tahu resep Izhar mewujudkan mimpinya? ?Saya pikir indigenous knowledge
masyarakat Banjar yang telah terbukti ratusan tahun perlu
dipertahankan, sekaligus diberi sentuhan teknologi baru. Tentu
disesuaikan dengan perubahan iklim dewasa ini.? Saya kurang yakin
teknologi yang ?benar-benar baru? dan asing dapat menyulap rawa pasang
surut,? katanya. Yuk, kita dukung Izhar menggapai mimpinya di Balittra. (Destika Cahyana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar