Minggu, 07 Desember 2014

Anugerah Besi di Lahan Pasang Surut


Ini fakta menarik dari masyarakat Republik Ceko! Konsumsi bir rata-rata rakyat Ceko mencapai 159,3 liter per tahun atau 0,4 liter per hari. Toh, mereka tetap sehat walafiat karena daya tahan tubuh yang kuat. Bagi yang tidak terbiasa, minum 1?2 gelas bir saja sehari sudah membuat pusing.
Bagi Dr. Ir. Izhar Khairullah, MP, bir itu ibarat besi (Fe) di lahan pasang surut yang berlimpah. Banyak varietas padi yang ?nyerah? tumbuh di lahan pasang surut, tapi ada sebagian padi yang punya daya tahan tubuh kuat. Mereka sanggup hidup dan memberikan hasil yang unik: padi kaya zat besi. ?Bertahun-tahun peneliti padi dunia berupaya menyilangkan-nyilangkan untuk mendapat padi kaya zat besi, tapi belum berhasil hingga saat ini,? kata Izhar.
Ya, kadar besi beras pada padi di lahan pasang surut mencapai 100 ppm. ?Ini potensi besar lahan pasang surut. Besi jangan dipandang sekadar masalah, tapi juga anugerah. Malah ada penelitian fortifikasi beras dengan zat besi. Mirip yodium pada garam,? tutur Izhar. Fortifikasi ialah penambahan zat gizi mikro pada bahan makanan. Umumnya pangan terpilih dikonsumsi luas agar kebutuhan gizi masyarakat terpenuhi. Contohnya fortifikasi yodium pada garam untuk mencegah gondok. Beras kaya zat besi dibutuhkan untuk menanggulangi kekurangan anemia di masyarakat.
Daya tahan
Menurut Izhar, kadar Fe yang tinggi pada beras hanya dapat ditemukan pada varietas padi yang tahan keracunan besi. ?Tugas kita mencari varietas yang tahan atau dapat menghindar dari keracunan besi. Sementara dari sisi pengelolaan lahan bagaimana mengontrol besi di tanah dan air agar tidak beracun,? tutur doktor lulusan Universitas Gadjah Mada itu. Ibarat masyarakat Ceko yang toleran konsumsi bir berliter-liter, maka varietas padi tahan besi ialah varietas lokal lahan rawa (siam unus dan siam mutiara) dan varietas unggul spesifik rawa (inpara 1 dan inpara 2)
Sementara soal pengelolaan lahan ternyata tak serumit yang dibayangkan orang kebanyakan. ?Masyarakat Suku Banjar, Kalimantan Selatan, sudah mampu mengontrol besi di lahan dengan cara sederhana dan murah,? kata Izhar. Petani Banjar melakukan pengomposan basah jerami dan gulma rawa. Disebut basah karena lahan rawa umumnya tergenang sehingga pengomposan terjadi anaerob. Secara tidak langsung bahan organik yang dibenamkan itu mengurangi jumlah kation besi yang meracuni tanaman.
Menurut Izhar, banyak yang beranggapan padi ?nyerah? hidup di lahan pasang surut karena keracunan saja. Fakta itu benar adanya, tapi hanya sedikit yang tahu, bahwa padi gagal hidup karena besi di tanah menekan unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman. ?Di lahan yang besinya berlimpah, maka unsur K, P, dan Mg tidak dapat diserap tanaman,? kata Izhar. Besi yang bermuatan positif akan mengikat P yang bermuatan negatif, sehingga tanaman kekurangan unsur P. Pada banyak kasus tanaman mati akibat nutrisinya tidak terpenuhi.
Formulasi nutrisi
Pantas banyak pupuk yang diberikan di lahan pasang surut tak efektif meningkatkan hasil, karena pupuk yang masuk langsung ?dicaplok? oleh besi. Upaya meningkatkan daya tahan padi pun tidak tercapai. ?Karena itu mimpi saya menciptakan formula nutrisi yang dapat diserap di lahan pasang surut sehingga padi punya daya tahan tubuh menangkal besi,? kata Izhar. Salah satu caranya, menurut Izhar, ialah memberikan nutrisi lewat daun agar langsung dapat diserap tanaman dan terhindar ?dimangsa? oleh besi. ?Dengan pupuk daun meningkatkan produktifitas lahan seluas 100 ha bukan perkara sulit,? tambah Izhar.
Bukankah pupuk daun sudah banyak beredar? Menurut Izhar, formulasi pupuk daun yang beredar umumnya diracik untuk tanaman lahan beririgasi. Sementara padi rawa memiliki karakter berbeda. ?Ada rasio antara besi dengan nutrisi sehingga daya tahan tubuh padi tercapai,? kata Izhar. Ia mencontohkan jumlah K di dalam tanaman harus 1,5 lebih tinggi dibanding jumlah Fe agar tanaman tetap berproduksi optimal. Pun hara lain memiliki rasio yang berbeda. Bila hara kurang, maka besi tetap meracuni, sebaliknya bila kelebihan terjadi plasmolisis yang juga menyebabkan kematian.
Nah, bila mimpi peneliti yang baru saja menyelesaikan doktor pada Agustus 2012 itu tercapai, bukan tak mungkin di masa depan hamparan rawa pasang surut berubah menjadi sentra produksi padi yang kaya zat besi. Mirip hamparan sawah yang menghijau di jalur Pantura, Pulau Jawa.
Dan, sst?! Mau tahu resep Izhar mewujudkan mimpinya? ?Saya pikir indigenous knowledge masyarakat Banjar yang telah terbukti ratusan tahun perlu dipertahankan, sekaligus diberi sentuhan teknologi baru. Tentu disesuaikan dengan perubahan iklim dewasa ini.? Saya kurang yakin teknologi yang ?benar-benar baru? dan asing dapat menyulap rawa pasang surut,? katanya. Yuk, kita dukung Izhar menggapai mimpinya di Balittra. (Destika Cahyana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar